Selasa, 03 Maret 2015

TUGAS AGAMA || RESUME BUKU : Kedudukan Ilmu dan Ilmuan Dalam Islam



RESUME BUKU
“KEDUDUKAN ILMU DAN ILMUWAN DALAM ISLAM”
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengajar : Dr. K.A. RAHMAN, M.PdI.

 


Oleh :
Nama : Fitriastuti Budiyanti
NIM : A1C114045




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014

Identitas Buku
Judul Asli                    : Al-‘Ilmu Dharurotun Syar’iyyah
Pengarang                   : Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr
Penerbit                       : Darul Wathan
Edisi Indonesia           : Kedudukan Ilmu dan Ilmuwan Dalam Islam
Penerjemah                  : Firman Harianto dan Arif Fathul Ulum
Penerbit                       : Pustaka Al-Kautsar
Kota Terbit                  : Jakarta



















SEBAB KELEMAHAN KAUM MUSLIMIN PADA MASA SEKARANG
            Mungkin sebab-sebab kelemahan kaum Muslimin pada masa sekarang sebagai berikut:
            Pertama: Hilangnya pengaruh masjid. Di kebanyakan negeri Muslim pada saat ini, masjid tak lebih dari tempat pelaksanaan shalat lima waktu. Masjid sekedar menjadi tempat pelaksanaan rakaat-rakaat shalat. Padahal masjid pada masa Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam merupakan tempat bertolak bagi kepemimpinan, penelitian, perencanaan, ilmu dan pendidikan.
            Kedua: Minimnya ulama yang mau beramal, yang bernadzar hendak mendermakan dan menyebarluaskan ilmunya. Pada saat sekarang banyak kita jumpai di setiap negeri Muslim, ribuan orang yang gelar-gelar pasca sarjana (Master dan Doktor) dibidang spesialisasi ilmu-ilmu syar’i. Tetapi, ketika kita mencari para ulama yang aktivis sekaligus mubalig, yang berjihad dengan ilmunya di jalan Allah untuk menghilangkan kebodohan dari diri umat, maka kita mendapati bahwa sedikit sekali dari mereka yang dapat dihitung dengan jari.
           Ketiga:  Buruknya perencanaan pendidikan di berbagai tingkat pelajaran yang berbeda di negeri-negeri Islam. Perencanaan pendidikan di mayoritas negeri Islam memiliki tujuan yang buruk, baik berupa perencanaan yang bersifat sekuleristik maupun yang diimpor dari Timur atau Barat. Di dalam perencanaan tersebut sedikit sekali didapati kebaikan.
            Keempat: Lemah cita-cita dan tekad untuk mencari ilmu. Penyebab fenomena ini, karena semangat yang telah mengendalikan kehidupan dan tingkah laku kita telah menghilang dari dalam diri kita. Sehingga sedikit sekali di antara kita yang memiliki sifat teguh hati, berpandangan jauh, berwawasan luas dan tahan terhadap berbagai kesulitan.
            Kelima: Terbukanya pintu-pintu dunia, sehingga orang-orang hanya menyibukkan diri dengan kelezatan dan harta duniawi. Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Tetapi aku khawatir terbukanya pintu dunia kepada kalian, sebagaimana yang telah terjadi pada orang-orang sebelum kamu. Kamu akan berlomba-lomba menggapainya sebagaimana mereka berbuat demikian. Dan, dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
            Keenam: Kebanyakan orang akhirnya merasa lebih sedih bila ditimpa bencana yang berkaitan dengan keduniaannya ketimbang akhiratnya. Banyaknya sarana hiburan dan lainya yang bisa memalingkan seseorang dari mengejar perkara-perkara yang luhur lagi mulia serta tujuan-tujuan yang baik.
            Ketujuh: Spesialisasi-spesialisasi yang memperlemah ilmu-ilmu syar’i. Seorang ulama pada masa lampau adalah ulama yang menguasai ilmu-ilmu syariah, sejak dari tafsir, hadits, aqidah, Ushul-Fiqih dan seterusnya. Adapun sekarang ini, ilmu-ilmu syariah dipisah-pisahkan satu sama lainnya. Sehingga universitas-universitas meluluskan orang-orang terpelajar yang setengah-setengah bagi umat.
            Kedelapan: Kekalahan jiwa di hadapan sebagian ilmu material dan memandang spesialisasi-spesialisasi syari’ah dengan pandangan yang bersifat duniawi. Misalnya, beberapa orang pemuda berkumpul di sebuah majelis. Lalu satu sama lainnya saling bertanya: “Dimana engkau belajar?”
            Salah satunya menjawab dengan penuh kebanggaan : “Saya kuliah di Fakultas Kedokteran.”
            Yang lain menimpali : “Saya kuliah di Fakultas Teknik.”
            Kemudian yang ketiga menundukkan kepalanya sambil berkata : “Kemampuanku lemah sehingga saya masuk Fakultas Syari’ah.”
            Ini merupakan suatu tragedi yang harus kita akui dalam kehidupan kita yang menyakitkan di kebanyakan negeri-negeri Islam. Kesemuanya ini merupakan pangkal dari kekalahan psikologis yang menyebabkan munculnya persepsi yang buruk dan pandangan berubah-ubah. Akhirnya kondisi kita menjadi lemah dan terbelakang, yang patut dikasihi.
            Satu-satunya kemuliaan adalah mempelajari ilmu-ilmu syari’ah dan concern terhadap Al-Qur’an dan sunnah nabi-Nya. Tetapi, tikaman-tikaman berskala luas yang diarahkan oleh media-media westernisasi ke tubuh umat senantiasa memundurkan sendi-sendi kemuliaannya dan sebab-sebab kepemimpinanya.
            Pembagian Ilmu Syar’i
Ilmu syar’i itu ada tiga macam :
1. Fardhu’ain. Yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh seorang mukalaf.dimana kewajiban agama yang telah ditetapkan atasnya tidak akan bisa ditunaikan kecuali dengan memahami ilmu tersebut, seperti rukun Isla, rukun Iman dan sebagainya.
2. Fardhu kifayah. Yaitu mempelajari ilmu yang dapat menghasilkan apa yang dibutuhkan oleh manusia dalam menegakkan urusan-urusan agama dan dunia mereka.
3. Mustahab (dianjurkan, tapi tidak diwajibkan). Yaitu menyelami pokok-pokok dalil agama dan merenungkan sedalam-dalamnya segala apa yang ada di belakang kemampuan yang telah dicakup oleh ilmu fardhu kifayah.

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU PADA WAKTU KECIL
            Di antara nasehat paling berharga untuk para pemuda adalah agar mereka mengakrabi ilmu sewaktu masih berusia muda. Usia muda merupakan kesempatan yang paling baik untuk diambil dan dimanfaatkan oleh orang yang berakal sehat. Pada masa mendatang ia tak akan mampu lagi melakukan apa yang bisa di lakukan saat masa muda.
            Mengenai hal ini, ada banyak ucapan atau pendapat para ulama, yang mengisyaratkan pentingnya menuntut ilmu pada waktu muda serta kelebihannya daripada belajar pada usia senja. Al-Hasan bertutur : “Menuntut ilmu pada waktu kecil seperti mengukir di atas batu.”
            Diriwayatkan dari Luqman bahwa ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, duduklah bersama para ulama dan rapatkanlah kedua lututmu. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati dengan hikmah sebagaimana Ia menghidupkan bumi yang mati (gersang) dengan hujan yang lebat.”
            Kata Luqman selanjutnya “Wahai anakku, janganlah engkau mempelajari ilmu untuk bermegah-megah di hadapan para ulama, bertengkar dengan orang-orang bodoh dan memamerkan diri di majelis-majelis ilmu.
            Janganlah engkau tinggalkan ilmu karena ketiadaan perhatian terhadapnya dan suka kebodohan,Wahai anakku, pilihlah sendiri majelis-majelis ilmu. Jika engkau melihat suatu kaum sedang mengagung-agungkan Allah, maka duduklah bersama mereka. Sesungguhnya, bila engaku menjadi orang yang berilmu, ilmumu akan memberi manfaat kepadamu. Bila engkau bodoh, mereka akan mengajarimu.
            Katanya lagi, “Wahai anakku, sesungguhnya hikmah itu ialah jika engkau mendudukkan orang-orang miskin di majelis-majelis raja.

KISAH PERJALANAN MENCARI ILMU
            Perjalanan mencari ilmu adalah suatu hal yang cukup dikenal sepanjang sejarah, khususnya di kalangan umat ini. Dan, yang lebih khusus lagi pada diri kaum salaf.
            Di antara perjalanan mencari ilmu yang begitu berat, yang lalu diabadikan Al-Qur’anul-karim adalah perjalanan Musa Alaihis-salam menuju tempat nabi Khidir sebagaimana termktub di dalam surat Al-Kahfi. Di antara contoh-contoh perjalanan yang mengagumkan dalam mencari ilmu adalah:
-          Perjalanan Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu ke negeri Syam tang ditempuh selama sebulan untuk mendengarkan satu hadist Abdullah bin Unais. Hadistnya adalah: “Pada hari kiamat manusia dikumpulkan dalam keadaan tak beralas kaki, telanjang dan belum dikhitan.”
-          Perjalanan Abu Ayyub Al-Andhari dari Madinah menuju kediaman Uqbah bin Amir di Mesir, untuk mendengarkan satu hadist, yaitu : “Barangsiapa yang menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutupinya pada hari kiamat.”
            Semua itu dilakukan untuk memperoleh ketinggian sanad hadist yang dicari. Sekarang kalau mahasiswa dipanggil untuk menghadiri sebuah ceramah, mereka pasti berkata “Cukuplah bagi kami pergi ke tempat rekaman dan membeli kaset rekaman ceramah tadi”. Bandingkanlah kondisi para penuntut ilmu hari ini dengan mereka yang memiliki cita-cita tinggi itu. Semoga mereka menjadi pendorong bagi mahasiswa saat ini dalam hal kesungguhan menuntut ilmu.

PERBANDINGAN ANTARA ILMU DAN HARTA
            Ibnu-Qayyim Rahimahullah telah mengadakan suatu perbandingan antara ilmu dan harta, yang baik untuk dipaparkan. Dia lebih memilih ilmu atas harta yang ditinjau dari beberapa segi. Yang terpenting adalah:
-          Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan para raja dan orang-orang kaya.
-          Ilmu menjadi pemiliknya, sedangkan pemilik harta menjadi hartanya.
-          Ilmu bertambah dengan didermakan dan diajarkan kepada orang lain. Sedangkan harta akan hilang percuma dengan dibelanjakan kecuali shadaqah.
-          Ilmu senantiasa menemani pemiliknya hingga di kuburnya. Sedangkan harta akan memisahkan diri dari pemiliknya sesudah kematiannya, kecuali shadaqah jariyah.
-          Ilmu mengendalikan harta. Maka ilmu adalah penguasa, sedangkan harta adalah yang diperintah.
-          Harta bisa diperoleh baik oleh orang yang baik maupun durhaka, muslim maupun kafir. Sedangkan ilmu bermanfaat tak bisa dicapai kecuali oleh  orang mukmin.
-          Para raja dan yang lainnya membutuhkan orang yang berilmu. Sedangkan kaum miskin dan orang-orang yang butuh memerlukan pemilik harta.
-          Pemilik harta bisa saja menjadi miskin lagi fakir antara malam dan siang hari. Sedangkan ilmu tak perlu dikhawatirkan kemusnahannya, kecuali pemiliknya menyia-nyiakan.
-          Harta kadangkala menjadi sebab kebinasaan pemiliknya. Berapa banyak orang kaya diculik karena harta mereka. Sedangkan dalam ilmu adalah kehidupan bagi pemiliknya, meskipun sesudah wafatnya.
-          Kebahagiaan karena ilmu bersifat abadi. Sedangkan kebahagiaan karena harta bersifat sementara, yang suatu saat bisa lenyap.
-          Orang yang berilmu, kadar dan nilainya ada pada dirinya. Sedangkan orang kaya nilainya ada pada hartanya.
-          Orang kaya, dengan hartanya mengajak manusia untuk mengejar dunia. Sedangkan orang yang berilmu mengajak manusia dengan ilmunya kepada akhirat.
Maka perhatikanlah-wahai orang yang telah disadarkan Allah dari kebodohan.

PENGARUH KEBODOHAN TERHADAP UMAT
            Sunnah rabbaniyah telah menyaksikan, sejarah telah mencatat dan kenyataan telah mencatat dan kenyataan telah bebicara bahwa kebodohan mempunyai pengaruh besar yang tak baik akibatnya bagi umat, baik kepada tingkat individu maupun masyarakat. Diantaranya yang paling menonjol adalah:
1.      Lemahnya iman dan sedikitnya ketaqwaan. Orang bodoh tak tahu apa yang ia takuti serta tidak tahu jalan menuju keselamatannya dengan membawa hujjah yang nyata.
2.      Bertambahnya kemaksiatan, tersebarnya perbuatan-perbuatan keji dan kesesatan, menyembah dunia dan munculnya berbagai penyakit.
3.      Kebodohan menyebabkan lemahnya kewibawaan di hadapan musuh dan akan menimbulkan ketergantungan kepada mereka.
4.      Kebodohan akan menjerat umat dengan belenggu keterbelakangan dalam seluruh bidang: aqidah, akhlak, politik, sosial,, ekonomi, industri, dan lain-lain.
5.      Kelemahan jiwa, kemalasan, lemahnya cita-cita dan ketakmampuan mencapai kemuliaan adalah hasil-hasil yang pasti dari kebodohan.

            Sedangkan umat yang menjunjung tinggi ilmu dan kaum berilmu, mengakrabinya untuk memperolehnya, mendudukan kemampuan-kemampuannya di jalan ilmu, menjadikan kaum berilmu pergi kepadanya. Hal itu terekspresi dalam:
1.      Keimanan kepada Allah, yang dibangun di atas landasan ilmu dan amal sesuai dengan dalil.
2.      Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, takut dan berharap kepada-Nya. Barang siapa yang lebih mengenal Allah, niscaya ia takut kepadanya
3.      Menjauhkan diri dari segala bentuk kemungkaran, karena akibatnya yang tak baik, pengaruhnya yang menyusahkan, baik cepat maupun lambat.
4.      Menuaikan hak-hak setiap orang yang punya hak, seperti kedua orang tua, kerabat dekat, tetangga, dan lain-lain.
5.      Kebahagiaan jiwa dan kelezatan inderawi, baik bersifat duniawi maupun ukhrawi kelak.
6.      Aplikasi syariat Allah dalam seluruh urusan hidup. Alangkah jauh bedanya antara umat yang berilmu lagi bijaksana dengan umat yang bodoh lagi hina.
7.      Menjaga waktu, mengaturnya secara baik, untuk memetik buahnya, dimana setiap orang yang punya hak diberikan haknya, tanpa melebih-lebihkan dan mengabaikannya.
8.      Mendengarkan ceramah-ceramah, diskusi-diskusi dan kajian-kajian ilmiah di dalam kaset-kaset rekaman. Ini merupakan media yang dapat membantu para penuntut ilmu, sekalipun tidak terlalu penting.


SEBAGIAN KARAKTER PENUNTUT ILMU
          Pertama: Ikhlas kepada Allah Subhana wa Ta’ala. Dengan ilmunya itu, mencari ridha Allah dan kehidupan akhirat, bukan mencari ketenaran, kemasyuran atau harta dunia. Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu, yang sepantasnya dengan ilmu itu ia mencari ridha Allah, namun ternyata untuk memperoleh harta dunia, niscaya ia tak akan mencium bau surga di hari kiamat kelak.”
          Kedua: Sabar, tahan terhadap segala kesulitan dan lapang dada. Sesungguhnya ilmu itu juhad, bukan syahwat.
          Ketiga: Rendah hati dalam menuntut ilmu. Hati-hatilah terhadap kesombongan dan sikap membanggakan diri. Sesungguhnya orang yang sombong tak akan memperoleh ilmu.
          Keempat: Mencurahkan tenaga, pikiran, waktu dan sebagainya untuk ilmu, akrab dengannya dan berusaha mencapainya. Jika engkau memberikan seluruh dirimu kepada ilmu, maka ia akan memberimu sebagiannya saja.
          Kelima: Menghormati para ulama, menjaga kedudukannya, tidak melukainya serta mencelanya.
          Keenam: Hendaknya semboyan seorang pelajar adalah “Hikmah itu adalah barang hilang seorang Mukmin. Di manapun ia mendapatinya, maka ia yang paling berhak mendapatkannya.
          Ketujuh: Beradab sopan santun terhadap syaikh dan gurunya. Mendengarkan dan belajar dengan sebaik-baiknya, cakap berdiskusi dan mempelajarinya hingga tamat.
          Kedelapan: Menjauhkan diri dari perbantahan yang tak ada gunanya. “Tak ada perbantahan kecuali dalam hal kebenaran.”

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG PENUNTUT ILMU
          Pertama: Menjauhi maksiat, bertakwa dan beramal dengan ilmunya. Para penuntut ilmu harus mempunyai sifat khusu, yaitu hendaknya mereka menjauhi segala maksiat dan hal-hal syubhat, berkata serta berbuat baik, beramal dengan ilmunya, maupun berpegang teguh kepada Islam baik aqidah, etika, ucapan maupun perbuatannya.
          Kedua: Mendermakan ilmu kepada orang banyak, baik secara umum maupun khusus, menyadarkan mereka dengan urusan-urusan agama mereka serta menyebarluaskan kebaikan diantara mereka. Sesungguhnya menyembunyikan ilmu dan menutup-nutupinya dari umat adalah suatu masalah yang berbahaya.
          Ketiga: Dakwah kepada Allah dengan menggunakan hujjah yang baik, menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang munkar.
          Keempat: Teladan yang saleh. Orang banyak melihat kepada penuntut ilmu secara khusus. Karena itu, ia harus menjadikan dirinya sebagai contoh yang baik, bukan justru menjadi sebab tersesatnya orang banyak.
          Kelima: Kesinambungan dalam menuntut ilmu hingga kematian menjemputnya. Berhati-hatilah terhadap perasaan cukup dan tinggi hati.
          Keenam: Berani dalam menegakkan kebenaran. Sifat ini membuat umat menjadi perkasa dan mulia.
          Ketujuh: Kesadaran yang sempurna lagi penuh terhadap realitas umat, terlibat secara aktif terhadap isu-isu masyarakat dan tidak menyingkir dari keprihatinan orang banyak.

SYAIR-SYAIR TENTANG MENUNTUT ILMU DAN KEUTAMAANNYA
          Pertama:
Siapa membanding-bandingkan ilmu dengan harta sungguh ia dusta lagi buta penglihatannya.
          Kedua:
Adalah nilai suatu kaum, inti kemuliaan
Pemilik ilmu terjaga dari kebinasaan
Wahai pemilik ilmu, janganlah engkau menodainya dengan perbuatan durhaka
Adakah buat ilmu penggantinya.
          Ketiga:
Ada kematian pada orang bodoh sebelum mati
Ada kuburan padanya sebelum ia terbujur di kubur
          Keempat:
Dengan ilmu dan akal pikiran
bukan dengan harta dan emas gemerlapan
derajat seorang pemuda bertambah tanpa dicari
Ilmu adalah harta simpanan yang tak pernah musnah
Jika ilmu seseorang bertambah, bertambah pula kedudukannya.
          Kelima:
Manusia tiada beda bentuknya
Ayah mereka Adam, ibunya Hawa
Kalaulah mereka berketurunan bangsawan
membanggakan diri tentu dilakukan
Ketahuilah
tanah liat dan air hina asalnya
Tak ada kebanggaan
kecuali bagi kaum berilmu
Mereka adalah penunjuk buat orang
yang mencari petunjuk
Nilai setiap orang diukur dari perbuatan baiknya
Orang-orang bodoh adalah musuh buat kaim berilmu
Railah kesuksesaan dengan ilmu
niscaya engkau hidup abadi
Manusia bolehlah mati
tetapi kaum berilmu akan tetap hidup
          Keenam:
Haruskah aku bergadang semalaman
Sedangkan engaku tidur mendengkur
Sesudah itu engkau mencari-cari sarung busur
          Ketujuh:
Bersabarlah atas pahitnya kemarahan guru
Dalam kemurungannya ada kekuatan ilmu
Siapa belum mencicipi pahitnya belajar walau sesaat
Niscaya ia meneguk kehinaan kebodohan sepanjang hayat
Siapa yang hilang kesempatan belajar pada waktu muda
Bertakbirlah empat kali atas kematiannya
          Kedelapan:
Saudaraku
Sekali-kali engkau tak akan memperoleh ilmu
Kecuali melalui perkara
Akan kujelaskan secara inci kepadamu
Kecerdasan, hasrat, kesungguhan, kecukupan hidup
Berkawan dengan guru dan perjalanan waktu
          Kesembilan:
Janganlah engkau berteman dengan pemalas
Berapa banyak orang baik jadi rusak
Karena rusaknya perangai orang lain
Kepandiran menjadi kebekuan menular cepat
Bagaikan bara api diletakkan di atas unggukan abu
Lalu ia padam
          Kesepuluh:
Dengan kerja keras tercapailah kemuliaan
Siapa mencari kehormatan, senantiasa bergadang
Engkau mengingikan kemuliaan,
Tapi tidur semalaman
Selami lautan bagi orang yang mencari mutiara
          Kesebelas:
Ilmuku selalu menyertaiku
Kemanapun aku pergi, selalu memberiku manfaat
Kalbuku adalah bejana baginya, bukan perut kotak
Jika aku berada di rumah, ilmu ada bersamaku
Atau jika aku ada di pasar, ilmu ada di pasar juga

BEBERAPA PERINGATAN SEKITAR MENCARI ILMU
          Pertama:
Dalam menuntut ilmu, harus dilakukan secara menyeluruh dan seimbang, tidak boleh menyibukan diri dengan cabang-cabangnya dengan mengesampingkan pokok-pokoknya.
          Kedua:
Hati-hati dan pelan-pelan dalam mengeluarkan fatwa. Dengan kerendahan hati dan kehati-hatian dalam memberikan fatwa, dapat memperoleh kedudukan tinggi dan mulia.
          Ketiga:
Peringatkan agar berhati-hati terhadap sebagian pelajar yang mengira mereka tahu, padahal sebenarnya mereka tidak tahu, bahkan mereka menghancurkan negeri dan orang. Karena itu hendaknya para pemuda dapat mengambil keuntungan dalam menuntut ilmu dari tangan-tangan mereka sendiri, untuk mengantikan tempat mereka kelak ketika mereka telah wafat. Itulah sunnah Allah yang tak akan pernah kadaluarsa.

ILMU MENUNTUT AMALAN
          Kebutuhan terhadap pemahaman topik ini timbul karena beberapa hal, yaitu:
1. Umat membutuhkan para ulama yang berpengaruh. Aktivitas, menyuruh yang makruf dan melarang yang munkar.
2. Banyak orang yang belajar, namun sedikit orang yang beramal. Sungguh orang-orang yang belajar di negeri ini dan selainnya adalah banyak sekali sebagaimana yang ditunjukkan oleh statistik. Di antara mereka ada spesialis di bidang ilmu syar’i dan orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu-ilmu lain. Akan tetapi, kebanyakan mereka hidup dalam keadaan ummi dalam beramal, sebagaimana dikatakan Abu Syaqrah: “Buta huruf dan buta persahabatan.”
3. Banyak kaum pelajar tidak mengerti bahaya mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya Shallahu Alaihi wa Sallam. Mereka lalai berpegang teguh dengannya, dan akhirnya kita meneguk keprihatinan kelalaian ini pada tingkat individu maupun masyarakat.
4. Kekurangan yang jelas di dalam sistem pendidikan. Sistem-sistem pendidikandi Dunia Islam memikul tanggung jawab besar dalam memisahkan antara ilmu dan amal. Sistem-sistem ini meluluskan buat para pembaca yang lalai dan tidak menghasilkan para ulama yanag aktifis (beramal).
5. Banyak mahasiswa kagum terhadap gelar-gelar yang di raih. Mereka melupakan misi mereka terhadap umat dan masyarakatnya. Banyak mahasiswa sibuk mencari gelar-gelar ilmu. Seperti gelar Doktor. Kemudian ketika mereka telah memperoleh gelar-gelar tersebut, perasaan bangga diri dan ujub memasuki diri mereka. Sehingga mereka lalai menyampaikan ilmu mereka dengan penyampaian yang seterang-terangnya.

PENYAKIT-PENYAKIT ILMU
          Kita tutup risalah ini dengan menjelaskan penyakit-penyakit ilmu yang paling penting agar penuntut ilmu bersikap hati-hati terhadapnya.
1.Kedurhakaan
          Ia merupakan sumber segala penyakit ilmu, dan ia membinasakan ilmu bagaikan api yang memakan kayu bakar. Banyak ilmu perbuatan memandang hal-hal yang diharamkan menyebabkan kehilangan banyak ilmu. Atau secuil harta yang tak jelas halal haramnya atau memang diharamkan merubah ilmu menjadi fatamorgana.
          Allah yang Maha Besar berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu.” (Al-Fathir:28)
2. Kecodongan dan Tinggi Hati
          Barang siapa merendahkan diri kepada Allah, niscaya Ia meninggikan derajatnya. Seorang hamba yang bertambah merasa hina (tawadhu’) kepada Allah, tak lain Allah akan menambahkan kepadanya kedudukan yang tinggi. Kecongkakan merusak pelakunya dan membinasakan ilmunya. Kecongkakan dan ilmu tak akan pernah berkumpul di dalam hati seseorang, sekalipun ia membawa ijazah tertinggi dan hapal isi kitab-kitab tebal.
          Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Pelajarilah ilmu, dan pelajarilah ketenangan serta kewibawaam buatnya. Bersikaplah tawadhu’ terhadap orang yang kamu belajar darinya. Janganlah menjadi ulama-ulama yang semena-mena.”
3. Berbantah-bantahan, Pertengkaran dan Perdebatan.
          Sebagian salaf barkata, “ Jika Allah menginginkan kebaikan pada diri seorang hamba, Ia membukakan pintu amal baginya dan menutup pintu berbantah-bantahan atasnya. Dan, jika Allah menginginkan kejelekan pada diri seorang hamba, Ia menutup pintu amal atasnya dan membukaka pintu berbantah-bantahan baginya.”
          Al-Jazary bertutur, “Orang yang bertawa tak akan pernah mau berbantah-bantahan.”
           Benar-benar waspadalah terhadap kebodohan sesudah berilmu dan kesesatan sesudah memperoleh petunjuk. Berbantah-bantahan yang sah menurut syara’ adalah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik.” (QS.Al-Ankabut:46)
4. Menyembunyikan Ilmu
          Tak ada sesuatu yang semakin bertambah jika dibelanjakan sebagaimana ilmu. Dan, “Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka Allah akan mengekangnya pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka. (Hadist riwayat At-Thirmidzi)
5. Menyibukkan Diri dengan Dunia
          Di antara penyakit-penyakit ilmu adalah mengejar-ngejar dunia dan menyibukkan diri dengannya ketimbang akhirat.
6. Mengambil Muka atau Menjilat
          Inilah sikap yang dapat merugikan dan merusak citra seorang alim dan ilmunya. Ini dianggap sebagai penyakit ilmu yang abstrak. Begitu juga ketergesaan dalam memberikan fatwa, amat berpengaruh terhadap reputasi sang alim dan fatwa-fatwanya. Sehingga kalaupun keadaannya baik sesudah itu, pengaruhnya tetap melekat di dalam pikiran orang dan suka dihilangkan.
7. Lupa
          Ia merupakan penyakit ilmu yang terbesar. Karena itu, Allah Subhana wa Ta’ala menganugerahi Rasul-Nya Shallalahu wa Sallam dengan firman:
“Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa.” (QS.Al-A’la:6)
          Mengobati penyakit lupa adalah dengan mempelajari terus dan mencurahkan pikiran terhadap ilmu yang kita tekuni. Serta meninggalkan sebab-sebab hilangnya ilmu.

          Inilah sebagian penyakit ilmu. Hendaknya pencari ilmu memahami secara jelas kesemuanya itu, sehingga ia tidak bodoh lagi sesudah memperoleh petunjuk dan buta sesudah menerima cahaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar