RESUME BUKU
“KEDUDUKAN ILMU DAN ILMUWAN DALAM ISLAM”
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengajar : Dr. K.A. RAHMAN, M.PdI.
Oleh :
Nama : Fitriastuti Budiyanti
NIM : A1C114045
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014
Identitas Buku
Judul Asli : Al-‘Ilmu
Dharurotun Syar’iyyah
Pengarang : Dr.
Nashir bin Sulaiman Al-Umr
Penerbit : Darul Wathan
Edisi Indonesia : Kedudukan
Ilmu dan Ilmuwan Dalam Islam
Penerjemah : Firman Harianto dan Arif Fathul
Ulum
Penerbit :
Pustaka Al-Kautsar
Kota Terbit : Jakarta
SEBAB KELEMAHAN KAUM MUSLIMIN
PADA MASA SEKARANG
Mungkin
sebab-sebab kelemahan kaum Muslimin pada masa sekarang sebagai berikut:
Pertama:
Hilangnya pengaruh masjid. Di kebanyakan negeri Muslim pada saat ini,
masjid tak lebih dari tempat pelaksanaan shalat lima waktu. Masjid sekedar
menjadi tempat pelaksanaan rakaat-rakaat shalat. Padahal masjid pada masa
Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam merupakan tempat bertolak bagi
kepemimpinan, penelitian, perencanaan, ilmu dan pendidikan.
Kedua:
Minimnya ulama yang mau beramal, yang bernadzar hendak mendermakan dan
menyebarluaskan ilmunya. Pada saat sekarang banyak kita jumpai di setiap negeri
Muslim, ribuan orang yang gelar-gelar pasca sarjana (Master dan Doktor)
dibidang spesialisasi ilmu-ilmu syar’i. Tetapi, ketika kita mencari para ulama
yang aktivis sekaligus mubalig, yang berjihad dengan ilmunya di jalan Allah
untuk menghilangkan kebodohan dari diri umat, maka kita mendapati bahwa sedikit
sekali dari mereka yang dapat dihitung dengan jari.
Ketiga:
Buruknya perencanaan pendidikan di
berbagai tingkat pelajaran yang berbeda di negeri-negeri Islam. Perencanaan
pendidikan di mayoritas negeri Islam memiliki tujuan yang buruk, baik berupa
perencanaan yang bersifat sekuleristik maupun yang diimpor dari Timur atau
Barat. Di dalam perencanaan tersebut sedikit sekali didapati kebaikan.
Keempat:
Lemah cita-cita dan tekad untuk mencari ilmu. Penyebab fenomena ini, karena
semangat yang telah mengendalikan kehidupan dan tingkah laku kita telah
menghilang dari dalam diri kita. Sehingga sedikit sekali di antara kita yang
memiliki sifat teguh hati, berpandangan jauh, berwawasan luas dan tahan
terhadap berbagai kesulitan.
Kelima:
Terbukanya pintu-pintu dunia, sehingga orang-orang hanya menyibukkan diri
dengan kelezatan dan harta duniawi. Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam
bersabda “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian.
Tetapi aku khawatir terbukanya pintu dunia kepada kalian, sebagaimana yang
telah terjadi pada orang-orang sebelum kamu. Kamu akan berlomba-lomba
menggapainya sebagaimana mereka berbuat demikian. Dan, dunia itu akan
membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Diriwayatkan
Al-Bukhary dan Muslim)
Keenam:
Kebanyakan orang akhirnya merasa lebih sedih bila ditimpa bencana yang
berkaitan dengan keduniaannya ketimbang akhiratnya. Banyaknya sarana hiburan
dan lainya yang bisa memalingkan seseorang dari mengejar perkara-perkara yang
luhur lagi mulia serta tujuan-tujuan yang baik.
Ketujuh:
Spesialisasi-spesialisasi yang memperlemah ilmu-ilmu syar’i. Seorang ulama
pada masa lampau adalah ulama yang menguasai ilmu-ilmu syariah, sejak dari
tafsir, hadits, aqidah, Ushul-Fiqih dan seterusnya. Adapun sekarang ini, ilmu-ilmu
syariah dipisah-pisahkan satu sama lainnya. Sehingga universitas-universitas
meluluskan orang-orang terpelajar yang setengah-setengah bagi umat.
Kedelapan:
Kekalahan jiwa di hadapan sebagian ilmu material dan memandang
spesialisasi-spesialisasi syari’ah dengan pandangan yang bersifat duniawi. Misalnya,
beberapa orang pemuda berkumpul di sebuah majelis. Lalu satu sama lainnya
saling bertanya: “Dimana engkau belajar?”
Salah
satunya menjawab dengan penuh kebanggaan : “Saya kuliah di Fakultas
Kedokteran.”
Yang
lain menimpali : “Saya kuliah di Fakultas Teknik.”
Kemudian
yang ketiga menundukkan kepalanya sambil berkata : “Kemampuanku lemah sehingga
saya masuk Fakultas Syari’ah.”
Ini
merupakan suatu tragedi yang harus kita akui dalam kehidupan kita yang
menyakitkan di kebanyakan negeri-negeri Islam. Kesemuanya ini merupakan pangkal
dari kekalahan psikologis yang menyebabkan munculnya persepsi yang buruk dan
pandangan berubah-ubah. Akhirnya kondisi kita menjadi lemah dan terbelakang,
yang patut dikasihi.
Satu-satunya
kemuliaan adalah mempelajari ilmu-ilmu syari’ah dan concern terhadap Al-Qur’an
dan sunnah nabi-Nya. Tetapi, tikaman-tikaman berskala luas yang diarahkan oleh
media-media westernisasi ke tubuh umat senantiasa memundurkan sendi-sendi
kemuliaannya dan sebab-sebab kepemimpinanya.
Pembagian
Ilmu Syar’i
Ilmu syar’i itu ada tiga macam :
1. Fardhu’ain. Yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh
seorang mukalaf.dimana kewajiban agama yang telah ditetapkan atasnya tidak akan
bisa ditunaikan kecuali dengan memahami ilmu tersebut, seperti rukun Isla,
rukun Iman dan sebagainya.
2. Fardhu kifayah. Yaitu mempelajari ilmu yang dapat
menghasilkan apa yang dibutuhkan oleh manusia dalam menegakkan urusan-urusan
agama dan dunia mereka.
3. Mustahab (dianjurkan, tapi tidak diwajibkan). Yaitu menyelami
pokok-pokok dalil agama dan merenungkan sedalam-dalamnya segala apa yang ada di
belakang kemampuan yang telah dicakup oleh ilmu fardhu kifayah.
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU PADA
WAKTU KECIL
Di
antara nasehat paling berharga untuk para pemuda adalah agar mereka mengakrabi
ilmu sewaktu masih berusia muda. Usia muda merupakan kesempatan yang paling
baik untuk diambil dan dimanfaatkan oleh orang yang berakal sehat. Pada masa
mendatang ia tak akan mampu lagi melakukan apa yang bisa di lakukan saat masa
muda.
Mengenai
hal ini, ada banyak ucapan atau pendapat para ulama, yang mengisyaratkan
pentingnya menuntut ilmu pada waktu muda serta kelebihannya daripada belajar
pada usia senja. Al-Hasan bertutur : “Menuntut ilmu pada waktu kecil seperti
mengukir di atas batu.”
Diriwayatkan
dari Luqman bahwa ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, duduklah bersama
para ulama dan rapatkanlah kedua lututmu. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati
dengan hikmah sebagaimana Ia menghidupkan bumi yang mati (gersang) dengan hujan
yang lebat.”
Kata
Luqman selanjutnya “Wahai anakku, janganlah engkau mempelajari ilmu untuk
bermegah-megah di hadapan para ulama, bertengkar dengan orang-orang bodoh dan
memamerkan diri di majelis-majelis ilmu.
Janganlah
engkau tinggalkan ilmu karena ketiadaan perhatian terhadapnya dan suka
kebodohan,Wahai anakku, pilihlah sendiri majelis-majelis ilmu. Jika engkau
melihat suatu kaum sedang mengagung-agungkan Allah, maka duduklah bersama
mereka. Sesungguhnya, bila engaku menjadi orang yang berilmu, ilmumu akan
memberi manfaat kepadamu. Bila engkau bodoh, mereka akan mengajarimu.
Katanya
lagi, “Wahai anakku, sesungguhnya hikmah itu ialah jika engkau mendudukkan
orang-orang miskin di majelis-majelis raja.
KISAH PERJALANAN MENCARI ILMU
Perjalanan mencari ilmu adalah suatu hal yang
cukup dikenal sepanjang sejarah, khususnya di kalangan umat ini. Dan, yang
lebih khusus lagi pada diri kaum salaf.
Di
antara perjalanan mencari ilmu yang begitu berat, yang lalu diabadikan Al-Qur’anul-karim
adalah perjalanan Musa Alaihis-salam menuju tempat nabi Khidir
sebagaimana termktub di dalam surat Al-Kahfi. Di antara contoh-contoh
perjalanan yang mengagumkan dalam mencari ilmu adalah:
-
Perjalanan Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu ke negeri Syam tang ditempuh
selama sebulan untuk mendengarkan satu hadist Abdullah bin Unais. Hadistnya
adalah: “Pada hari kiamat manusia dikumpulkan dalam keadaan tak beralas
kaki, telanjang dan belum dikhitan.”
-
Perjalanan Abu Ayyub Al-Andhari dari Madinah menuju kediaman Uqbah bin Amir
di Mesir, untuk mendengarkan satu hadist, yaitu : “Barangsiapa yang menutupi
aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutupinya pada hari kiamat.”
Semua itu dilakukan untuk
memperoleh ketinggian sanad hadist yang dicari. Sekarang kalau mahasiswa
dipanggil untuk menghadiri sebuah ceramah, mereka pasti berkata “Cukuplah bagi
kami pergi ke tempat rekaman dan membeli kaset rekaman ceramah tadi”.
Bandingkanlah kondisi para penuntut ilmu hari ini dengan mereka yang memiliki
cita-cita tinggi itu. Semoga mereka menjadi pendorong bagi mahasiswa saat ini
dalam hal kesungguhan menuntut ilmu.
PERBANDINGAN ANTARA ILMU DAN
HARTA
Ibnu-Qayyim
Rahimahullah telah mengadakan suatu perbandingan antara ilmu dan harta,
yang baik untuk dipaparkan. Dia lebih memilih ilmu atas harta yang ditinjau
dari beberapa segi. Yang terpenting adalah:
-
Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah
warisan para raja dan orang-orang kaya.
-
Ilmu menjadi pemiliknya, sedangkan pemilik harta menjadi
hartanya.
-
Ilmu bertambah dengan didermakan dan diajarkan kepada
orang lain. Sedangkan harta akan hilang percuma dengan dibelanjakan kecuali
shadaqah.
-
Ilmu senantiasa menemani pemiliknya hingga di kuburnya.
Sedangkan harta akan memisahkan diri dari pemiliknya sesudah kematiannya,
kecuali shadaqah jariyah.
-
Ilmu mengendalikan harta. Maka ilmu adalah penguasa,
sedangkan harta adalah yang diperintah.
-
Harta bisa diperoleh baik oleh orang yang baik maupun
durhaka, muslim maupun kafir. Sedangkan ilmu bermanfaat tak bisa dicapai kecuali
oleh orang mukmin.
-
Para raja dan yang lainnya membutuhkan orang yang
berilmu. Sedangkan kaum miskin dan orang-orang yang butuh memerlukan pemilik
harta.
-
Pemilik harta bisa saja menjadi miskin lagi fakir antara
malam dan siang hari. Sedangkan ilmu tak perlu dikhawatirkan kemusnahannya,
kecuali pemiliknya menyia-nyiakan.
-
Harta kadangkala menjadi sebab kebinasaan pemiliknya.
Berapa banyak orang kaya diculik karena harta mereka. Sedangkan dalam ilmu
adalah kehidupan bagi pemiliknya, meskipun sesudah wafatnya.
-
Kebahagiaan karena ilmu bersifat abadi. Sedangkan
kebahagiaan karena harta bersifat sementara, yang suatu saat bisa lenyap.
-
Orang yang berilmu, kadar dan nilainya ada pada dirinya.
Sedangkan orang kaya nilainya ada pada hartanya.
-
Orang kaya, dengan hartanya mengajak manusia untuk
mengejar dunia. Sedangkan orang yang berilmu mengajak manusia dengan ilmunya
kepada akhirat.
Maka perhatikanlah-wahai orang yang telah
disadarkan Allah dari kebodohan.
PENGARUH KEBODOHAN TERHADAP UMAT
Sunnah rabbaniyah telah menyaksikan, sejarah
telah mencatat dan kenyataan telah mencatat dan kenyataan telah bebicara bahwa
kebodohan mempunyai pengaruh besar yang tak baik akibatnya bagi umat, baik
kepada tingkat individu maupun masyarakat. Diantaranya yang paling menonjol
adalah:
1. Lemahnya iman dan sedikitnya ketaqwaan. Orang
bodoh tak tahu apa yang ia takuti serta tidak tahu jalan menuju keselamatannya
dengan membawa hujjah yang nyata.
2. Bertambahnya kemaksiatan, tersebarnya
perbuatan-perbuatan keji dan kesesatan, menyembah dunia dan munculnya berbagai
penyakit.
3. Kebodohan menyebabkan lemahnya kewibawaan di
hadapan musuh dan akan menimbulkan ketergantungan kepada mereka.
4. Kebodohan akan menjerat umat dengan belenggu
keterbelakangan dalam seluruh bidang: aqidah, akhlak, politik, sosial,,
ekonomi, industri, dan lain-lain.
5. Kelemahan jiwa, kemalasan, lemahnya cita-cita
dan ketakmampuan mencapai kemuliaan adalah hasil-hasil yang pasti dari
kebodohan.
Sedangkan umat yang
menjunjung tinggi ilmu dan kaum berilmu, mengakrabinya untuk memperolehnya,
mendudukan kemampuan-kemampuannya di jalan ilmu, menjadikan kaum berilmu pergi
kepadanya. Hal itu terekspresi dalam:
1. Keimanan kepada Allah, yang dibangun di atas
landasan ilmu dan amal sesuai dengan dalil.
2. Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, takut
dan berharap kepada-Nya. Barang siapa yang lebih mengenal Allah, niscaya ia
takut kepadanya
3. Menjauhkan diri dari segala bentuk
kemungkaran, karena akibatnya yang tak baik, pengaruhnya yang menyusahkan, baik
cepat maupun lambat.
4. Menuaikan hak-hak setiap orang yang punya hak,
seperti kedua orang tua, kerabat dekat, tetangga, dan lain-lain.
5. Kebahagiaan jiwa dan kelezatan inderawi, baik
bersifat duniawi maupun ukhrawi kelak.
6. Aplikasi syariat Allah dalam seluruh urusan
hidup. Alangkah jauh bedanya antara umat yang berilmu lagi bijaksana dengan
umat yang bodoh lagi hina.
7. Menjaga waktu, mengaturnya secara baik, untuk
memetik buahnya, dimana setiap orang yang punya hak diberikan haknya, tanpa
melebih-lebihkan dan mengabaikannya.
8. Mendengarkan ceramah-ceramah, diskusi-diskusi
dan kajian-kajian ilmiah di dalam kaset-kaset rekaman. Ini merupakan media yang
dapat membantu para penuntut ilmu, sekalipun tidak terlalu penting.
SEBAGIAN KARAKTER PENUNTUT ILMU
Pertama: Ikhlas kepada Allah Subhana wa Ta’ala. Dengan
ilmunya itu, mencari ridha Allah dan kehidupan akhirat, bukan mencari
ketenaran, kemasyuran atau harta dunia. Rasulullah Shallalahu Alaihi wa
Sallam bersabda: “Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu, yang
sepantasnya dengan ilmu itu ia mencari ridha Allah, namun ternyata untuk
memperoleh harta dunia, niscaya ia tak akan mencium bau surga di hari kiamat
kelak.”
Kedua:
Sabar, tahan terhadap segala kesulitan dan lapang dada. Sesungguhnya ilmu itu
juhad, bukan syahwat.
Ketiga:
Rendah hati dalam menuntut ilmu. Hati-hatilah terhadap kesombongan dan sikap
membanggakan diri. Sesungguhnya orang yang sombong tak akan memperoleh ilmu.
Keempat:
Mencurahkan tenaga, pikiran, waktu dan sebagainya untuk ilmu, akrab dengannya
dan berusaha mencapainya. Jika engkau memberikan seluruh dirimu kepada ilmu,
maka ia akan memberimu sebagiannya saja.
Kelima:
Menghormati para ulama, menjaga kedudukannya, tidak melukainya serta mencelanya.
Keenam:
Hendaknya semboyan seorang pelajar adalah “Hikmah itu adalah barang hilang
seorang Mukmin. Di manapun ia mendapatinya, maka ia yang paling berhak
mendapatkannya.
Ketujuh:
Beradab sopan santun terhadap syaikh dan gurunya. Mendengarkan dan belajar
dengan sebaik-baiknya, cakap berdiskusi dan mempelajarinya hingga tamat.
Kedelapan:
Menjauhkan diri dari perbantahan yang tak ada gunanya. “Tak ada perbantahan
kecuali dalam hal kebenaran.”
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG PENUNTUT ILMU
Pertama:
Menjauhi maksiat, bertakwa dan beramal dengan ilmunya. Para penuntut ilmu
harus mempunyai sifat khusu, yaitu hendaknya mereka menjauhi segala maksiat dan
hal-hal syubhat, berkata serta berbuat baik, beramal dengan ilmunya, maupun
berpegang teguh kepada Islam baik aqidah, etika, ucapan maupun perbuatannya.
Kedua: Mendermakan ilmu kepada orang banyak, baik
secara umum maupun khusus, menyadarkan mereka dengan urusan-urusan agama mereka
serta menyebarluaskan kebaikan diantara mereka. Sesungguhnya menyembunyikan
ilmu dan menutup-nutupinya dari umat adalah suatu masalah yang berbahaya.
Ketiga: Dakwah kepada Allah dengan menggunakan hujjah
yang baik, menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang munkar.
Keempat: Teladan yang saleh. Orang banyak melihat
kepada penuntut ilmu secara khusus. Karena itu, ia harus menjadikan dirinya
sebagai contoh yang baik, bukan justru menjadi sebab tersesatnya orang banyak.
Kelima: Kesinambungan dalam menuntut ilmu hingga
kematian menjemputnya. Berhati-hatilah terhadap perasaan cukup dan tinggi hati.
Keenam: Berani dalam menegakkan kebenaran. Sifat ini
membuat umat menjadi perkasa dan mulia.
Ketujuh: Kesadaran yang sempurna lagi penuh terhadap
realitas umat, terlibat secara aktif terhadap isu-isu masyarakat dan tidak
menyingkir dari keprihatinan orang banyak.
SYAIR-SYAIR TENTANG MENUNTUT ILMU DAN
KEUTAMAANNYA
Pertama:
Siapa membanding-bandingkan ilmu dengan harta sungguh ia
dusta lagi buta penglihatannya.
Kedua:
Adalah nilai suatu kaum, inti kemuliaan
Pemilik ilmu terjaga dari kebinasaan
Wahai pemilik ilmu, janganlah engkau menodainya dengan
perbuatan durhaka
Adakah buat ilmu penggantinya.
Ketiga:
Ada kematian pada orang bodoh sebelum mati
Ada kuburan padanya sebelum ia terbujur di kubur
Keempat:
Dengan ilmu dan akal pikiran
bukan dengan harta dan emas gemerlapan
derajat seorang pemuda bertambah tanpa dicari
Ilmu adalah harta simpanan yang tak pernah musnah
Jika ilmu seseorang bertambah, bertambah pula
kedudukannya.”
Kelima:
Manusia tiada beda bentuknya
Ayah mereka Adam, ibunya Hawa
Kalaulah mereka berketurunan bangsawan
membanggakan diri tentu dilakukan
Ketahuilah
tanah liat dan air hina asalnya
Tak ada kebanggaan
kecuali bagi kaum berilmu
Mereka adalah penunjuk buat orang
yang mencari petunjuk
Nilai setiap orang diukur dari perbuatan baiknya
Orang-orang bodoh adalah musuh buat kaim berilmu
Railah kesuksesaan dengan ilmu
niscaya engkau hidup abadi
Manusia bolehlah mati
tetapi kaum berilmu akan tetap hidup
Keenam:
Haruskah aku bergadang semalaman
Sedangkan engaku tidur mendengkur
Sesudah itu engkau mencari-cari sarung busur
Ketujuh:
Bersabarlah atas pahitnya kemarahan guru
Dalam kemurungannya ada kekuatan ilmu
Siapa belum mencicipi pahitnya belajar walau
sesaat
Niscaya ia meneguk kehinaan kebodohan
sepanjang hayat
Siapa yang hilang kesempatan belajar pada
waktu muda
Bertakbirlah empat kali atas kematiannya
Kedelapan:
Saudaraku
Sekali-kali engkau tak akan memperoleh ilmu
Kecuali melalui perkara
Akan kujelaskan secara inci kepadamu
Kecerdasan, hasrat, kesungguhan, kecukupan
hidup
Berkawan dengan guru dan perjalanan waktu
Kesembilan:
Janganlah engkau berteman dengan pemalas
Berapa banyak orang baik jadi rusak
Karena rusaknya perangai orang lain
Kepandiran menjadi kebekuan menular cepat
Bagaikan bara api diletakkan di atas unggukan
abu
Lalu ia padam
Kesepuluh:
Dengan kerja keras tercapailah kemuliaan
Siapa mencari kehormatan, senantiasa bergadang
Engkau mengingikan kemuliaan,
Tapi tidur semalaman
Selami lautan bagi orang yang mencari mutiara
Kesebelas:
Ilmuku selalu menyertaiku
Kemanapun aku pergi, selalu memberiku manfaat
Kalbuku adalah bejana baginya, bukan perut
kotak
Jika aku berada di rumah, ilmu ada bersamaku
Atau jika aku ada di pasar, ilmu ada di pasar
juga
BEBERAPA PERINGATAN SEKITAR MENCARI ILMU
Pertama:
Dalam menuntut ilmu,
harus dilakukan secara menyeluruh dan seimbang, tidak boleh menyibukan diri
dengan cabang-cabangnya dengan mengesampingkan pokok-pokoknya.
Kedua:
Hati-hati dan
pelan-pelan dalam mengeluarkan fatwa. Dengan kerendahan hati dan kehati-hatian
dalam memberikan fatwa, dapat memperoleh kedudukan tinggi dan mulia.
Ketiga:
Peringatkan agar berhati-hati
terhadap sebagian pelajar yang mengira mereka tahu, padahal sebenarnya mereka
tidak tahu, bahkan mereka menghancurkan negeri dan orang. Karena itu hendaknya
para pemuda dapat mengambil keuntungan dalam menuntut ilmu dari tangan-tangan
mereka sendiri, untuk mengantikan tempat mereka kelak ketika mereka telah
wafat. Itulah sunnah Allah yang tak akan pernah kadaluarsa.
ILMU MENUNTUT AMALAN
Kebutuhan terhadap pemahaman topik ini timbul
karena beberapa hal, yaitu:
1. Umat membutuhkan para ulama yang berpengaruh.
Aktivitas, menyuruh yang makruf dan melarang yang munkar.
2. Banyak orang yang belajar, namun sedikit orang yang
beramal. Sungguh orang-orang yang belajar di negeri ini dan selainnya adalah
banyak sekali sebagaimana yang ditunjukkan oleh statistik. Di antara mereka ada
spesialis di bidang ilmu syar’i dan orang-orang yang menyibukkan diri dengan
ilmu-ilmu lain. Akan tetapi, kebanyakan mereka hidup dalam keadaan ummi dalam
beramal, sebagaimana dikatakan Abu Syaqrah: “Buta huruf dan buta persahabatan.”
3. Banyak kaum pelajar tidak mengerti bahaya mengabaikan
perintah Allah dan Rasul-Nya Shallahu Alaihi wa Sallam. Mereka lalai
berpegang teguh dengannya, dan akhirnya kita meneguk keprihatinan kelalaian ini
pada tingkat individu maupun masyarakat.
4. Kekurangan yang jelas di dalam sistem pendidikan.
Sistem-sistem pendidikandi Dunia Islam memikul tanggung jawab besar dalam
memisahkan antara ilmu dan amal. Sistem-sistem ini meluluskan buat para pembaca
yang lalai dan tidak menghasilkan para ulama yanag aktifis (beramal).
5. Banyak mahasiswa kagum terhadap gelar-gelar yang di
raih. Mereka melupakan misi mereka terhadap umat dan masyarakatnya. Banyak
mahasiswa sibuk mencari gelar-gelar ilmu. Seperti gelar Doktor. Kemudian ketika
mereka telah memperoleh gelar-gelar tersebut, perasaan bangga diri dan ujub
memasuki diri mereka. Sehingga mereka lalai menyampaikan ilmu mereka dengan
penyampaian yang seterang-terangnya.
PENYAKIT-PENYAKIT ILMU
Kita tutup
risalah ini dengan menjelaskan penyakit-penyakit ilmu yang paling penting agar
penuntut ilmu bersikap hati-hati terhadapnya.
1.Kedurhakaan
Ia
merupakan sumber segala penyakit ilmu, dan ia membinasakan ilmu bagaikan api
yang memakan kayu bakar. Banyak ilmu perbuatan memandang hal-hal yang
diharamkan menyebabkan kehilangan banyak ilmu. Atau secuil harta yang tak jelas
halal haramnya atau memang diharamkan merubah ilmu menjadi fatamorgana.
Allah yang
Maha Besar berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu.” (Al-Fathir:28)
2. Kecodongan dan Tinggi Hati
Barang
siapa merendahkan diri kepada Allah, niscaya Ia meninggikan derajatnya. Seorang
hamba yang bertambah merasa hina (tawadhu’) kepada Allah, tak lain Allah akan
menambahkan kepadanya kedudukan yang tinggi. Kecongkakan merusak pelakunya dan
membinasakan ilmunya. Kecongkakan dan ilmu tak akan pernah berkumpul di dalam
hati seseorang, sekalipun ia membawa ijazah tertinggi dan hapal isi kitab-kitab
tebal.
Rasulullah
Shallalahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Pelajarilah ilmu, dan pelajarilah ketenangan
serta kewibawaam buatnya. Bersikaplah tawadhu’ terhadap orang yang kamu belajar
darinya. Janganlah menjadi ulama-ulama yang semena-mena.”
3. Berbantah-bantahan, Pertengkaran dan
Perdebatan.
Sebagian
salaf barkata, “ Jika Allah menginginkan kebaikan pada diri seorang hamba,
Ia membukakan pintu amal baginya dan menutup pintu berbantah-bantahan atasnya.
Dan, jika Allah menginginkan kejelekan pada diri seorang hamba, Ia menutup
pintu amal atasnya dan membukaka pintu berbantah-bantahan baginya.”
Al-Jazary
bertutur, “Orang yang bertawa tak akan pernah mau berbantah-bantahan.”
Benar-benar
waspadalah terhadap kebodohan sesudah berilmu dan kesesatan sesudah memperoleh
petunjuk. Berbantah-bantahan yang sah menurut syara’ adalah sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan
Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik.” (QS.Al-Ankabut:46)
4. Menyembunyikan Ilmu
Tak ada sesuatu yang semakin bertambah jika
dibelanjakan sebagaimana ilmu. Dan, “Barangsiapa yang ditanya tentang suatu
ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka Allah akan mengekangnya pada hari
kiamat dengan kekangan dari api neraka. (Hadist riwayat At-Thirmidzi)
5. Menyibukkan Diri dengan Dunia
Di antara penyakit-penyakit ilmu adalah
mengejar-ngejar dunia dan menyibukkan diri dengannya ketimbang akhirat.
6. Mengambil Muka atau Menjilat
Inilah sikap yang dapat merugikan dan merusak
citra seorang alim dan ilmunya. Ini dianggap sebagai penyakit ilmu yang
abstrak. Begitu juga ketergesaan dalam memberikan fatwa, amat berpengaruh
terhadap reputasi sang alim dan fatwa-fatwanya. Sehingga kalaupun keadaannya
baik sesudah itu, pengaruhnya tetap melekat di dalam pikiran orang dan suka
dihilangkan.
7. Lupa
Ia
merupakan penyakit ilmu yang terbesar. Karena itu, Allah Subhana wa Ta’ala menganugerahi
Rasul-Nya Shallalahu wa Sallam dengan firman:
“Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu
(Muhammad), maka kamu tidak akan lupa.” (QS.Al-A’la:6)
Mengobati penyakit lupa adalah dengan
mempelajari terus dan mencurahkan pikiran terhadap ilmu yang kita tekuni. Serta
meninggalkan sebab-sebab hilangnya ilmu.
Inilah
sebagian penyakit ilmu. Hendaknya pencari ilmu memahami secara jelas kesemuanya
itu, sehingga ia tidak bodoh lagi sesudah memperoleh petunjuk dan buta sesudah
menerima cahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar