Minggu, 22 Maret 2015

Makalah koloid dan kimia antar muka


KOLOID DAN KIMIA ANTAR MUKA








  



Dosen Pengampu :
Dr. Nazaruddin, M.Si


Disusun Oleh :
Reza Novrielman
RRA1C109012


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Industri batik nasional semakin berkembang. Pada beberapa daerah mulai muncul kampung batik sebagai sentra batik khas daerah masing-masing. Industry batik tergolong home industry dengan batik tulisnya.  Dalam proses produksinya, industri batik banyak meggunakan bahan-bahan kimia dan air. Bahan kimia ini biasanya digunakan pada proses pewarnaan atau pencelupan. Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organik.
 Proses pembatikan secara garis besar terdiri dari pemolaan, pembatikan tulis, pewarnaan/pencelupan, pelodoran/penghilangan lilin, dan penyempurnaan. Proses persiapan bahan, pewarnaan dan pelodoran menghasilkan limbah cair dengan kandungan COD dan warna yang tinggi. Dengan demikian untuk parameter COD yang mencapai 3039,7 mg/l pada limbah cair batik ini telah sangat melebihi baku mutu limbah cair.   Agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan maka harus dilakukan pengolahan terhadap limbah ini sebelum dibuang ke badan air.
Salah satu alternatif pengolahan yang dilakukan adalah dengan adsorbsi.  Secara teoritik, salah satu yang cukup familiar dan efisiensinya cukup tinggi dalam proses adsorpsi warna adalah memakai adsorben karbon aktif. Tetapi secara umum diketahui bahwa jenis adsorben karbon aktif yang biasa digunakan, dinilai terlalu mahal karena umumnya dijual dalam bentuk powder sehingga tidak bisa dipakai berulang kali (regenerasi) seperti adsorben berbentuk granular.
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan percobaan secara batch dan kontinyu dengan menggunakan adsorben arang batok kelapa dalam bentuk granular dimana relatif mudah dalam mendapatkannya , harganya relatif murah dan bisa dipakai berulang-ulang (regenerasi) sehingga menjadi nilai positif tersendiri untuk memilih arang batok kelapa sebagai adsorben.
1.2    Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan adsorben arang batok kelapa?
2.    Apakah yang dimaksud dengan adsorpsi?
3.    Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi?
4.    Bagaimanakah prinsip pengolahan limbah cair batik?

1.3    Tujuan
1.    Pembaca bisa mengatahui pengertian adsorben arang batok kelapa.
2.    Pembaca bisa mengatahui pengertian adsorpsi.
3.    Pembaca bisa mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi.
4.    Pembaca bisa mengatahui prinsip pengolahan limbah cair cair batik.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Deskripsi Pengolahan Limbah Cair Batik
Karbon dapat menjerap substansi terlarut ke dalam porinya. Ada banyak material yang digunakan sebagai adsorban tapi karbon adalah pilihan yang tepat untuk pengolahan air karena dapat menghilangkan range yang luas zat pencemar.  Karbon aktif mempunyai banyak kapiler dalam partikel karbon dan permukaannya tersedia untuk adsorpsi termasuk permukaan dari pori-pori di dalam penambahan permukaan luar. Area permukaan pori melebihi area permukaan dari partikel dan adsorpsi paling banyak terjadi pada permukaan pori. Untuk karbon aktif, rasio total area permukaan sangat luas. 
Pada adsorpsi kimia, reaksi kimia terjadi terjadi antara padatan dan solute yang diserap, dan reaksi selalu tidak berbalik. Adsorpsi kimia jarang digunakan di dalam environmental engineering .  Karbon aktif banyak terbuat dari material seperti kayu, serbuk gergaji, biji buah dan batok kelapa, batu bara, lignite, dan residu minyak tanah. Pembentukan karbon aktif ini terdiri dari karbonisasi dari padatan diikuti aktivasi menggunakan uap panas.
Di kalangan kimiawan dan pakar lingkungan hidup, kelapa juga dapat didayagunakan sebagai adsorben/penyerap. Untuk polutan yang masuk ke tubuh manusia seperti keracunan pestisida ataupun kation logam seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, air kelapa sangat dianjurkan untuk diminum. Hal ini dikarenakan air kelapa dapat menetralkan racun sebagaimana susu.
Untuk polutan yang masuk ke lingkungan hidup, bagian dari sabut dan tempurung kelapa sangat potensial didayagunakan sebagai adsorben terutama untuk polutan logam berat yang sangat berbahaya bagi manusia. Sebagai contoh untuk masyarakat yang air minumnya bergantung pada air sumur dapat memanfaatkan matras sabut kelapa yang telah dicelup pada zat pewarna wantex untuk menyerap logam berat mangan (Mn) dengan hasil 1 gr matras- wantex dapat menyerap 4,69 mg Mn.
Dari penelitian lain di Universitas Lampung menyebutkan arang tempurung kelapa juga mempunyai kemampuan untuk menyerap logam berat Pb, Fe, dan Cu, Arang tempurung kelapa yang paling efektif untuk menyerap logam berat adalah arang yang telah diaktivasi dan ditambahkan ZnCl 2. Selain untuk logam berat, arang tempurung kelapa juga baik diterapkan dalam pengolahan limbah air industri dan dalam pengolahan emas.
Proses batch dilakukan pada skala laboratorium dengan mencampurkan antara media dan solute , juga dilakukan agitasi agar terjadi kontak secara merata. Tujuan dari proses batch ini adalah untuk mengetahui karakteristik adsorban yang digunakan yang dinyatakan dalam hubungan antara penurunan zat yang diserap dan berat adsorban yang digunakan dalam koefisien-koefisien dari persamaan-persamaan yang ada.
Hasil proses batch ini dapat ditampilkan dalam bentuk kurva adsorpsi isoterm. Selain bertujuan menghasilkan kurva isotherm, penelitian proses batch jug dapat digunakan untuk mengukur efisiensi removal yang terjadi setelah proses adsorpsi berlangsung secara batch.
Efisiensi removal diukur dengan membandingkan konsentrasi limbah sebelum proses adsorpsi dan setelah proses adsorpsi. Dalam proses batch ini dimungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap beberapa variable seperti kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, diameter adsorben, massa adsorben, konsentrasi limbah.




2.2    Definisi Adsorbsi
Adsorpsi adalah salah satu dari sifat koloid yang merupakan proses penyerapan suatu partikel zat baik berupa ion, atom, atau molekul pada permukaan zat lain. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik yang tidak seimbang pada partikel zat yang berada pada permukaan absorben.
Gambar ilustrasi proses terjadinya adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYw7dec3_BB7WiZe-nzofnDrqcJ8LrhrQqjyY4wX80fpxBIh4Oc84Rt3mh_ttR9UopbKNT9TYrYn_kCYjoRsVoWbJiym_EnCGSDW-AW7N6U4seCtNq6qMKJ8wyvJFn7Hg6K09Ye72azDc/s1600/adsorpsi.gif

Dalam sistem koloid, partikel-partikel fase terdispersi tersebar merata dalam medium pendispersinya sebagai molekul-molekul yang sangat halus. Setiap partikel-pertikel koloid mempunyei permukaan yang berbatasan dengan mediumnya. Permukaan partikel ini mempunyai kemampuan adsorpsi sangat besar.
Apabila partikel koloid mengadsorpsi ion-ion yang ada di dalam medium pendispersi, maka partikel-partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Adsorpsi mengakibatkan partikel-partikel koloid menjadi bermuatan sejenis. Oleh karena itu, partikel-partikel koloid saling berjauhan sehingga tidak terjadi penggumpalan. Hal inilah yang membuat kolid stabil.
Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Yang kedua, adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.
Sifat adsorpsi koloid dimanfaatkan untuk proses-proses berikut :
1.         Proses pewarnaan pada industri tekstil dengan larutan basa.
2.         Proses pemisahan mineral logam dari bijihnya pada industri logam.
3.      Penjernihan air tebu pada proses pembuatan gula pasir, menggunakan tanah diatome atau arang tulang.
4.      Proses penyembuhan sakit perut karena bakteri patogen, menggunakan norit atau serbuk karbon.
5.      Penjernihan air dengan karbon aktif pada proses pengolahan air minum yang dapat mengadsorpsi warna, rasa dan warna.
6.      Adsorpsi racun-racun berwujud gas dengan arang halus pada penggunaan masker gas.

2.3    Faktor yang Mempengaruhi Adsorbsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorbsi (Prawira, 2008) adalah sebagai berikut:
1.         Agitation (Pengadukan)
Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori, tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.
2.         Karakteristik Adsorban (Karbon Aktif)
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik penting karbon aktif sesuai dengan fungsinya sebagai adsorban. Ukuran partikel karbon mempengaruhi tingkat adsorbsi; tingkat adsorbsi naik dengan adanya penurunan ukuran partikel. Oleh karena itu adsorbsi menggunakan karbon PAC (Powdered Acivated Carbon) lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan karbon GAC (Granular Acivated Carbon). Kapasitas total adsorbsi karbon tergantung pada luas permukaannya. Ukuran partikel karbon tidak mempengaruhi luas permukaanya. Oleh sebab itu GAC atau PAC dengan berat yang sama memiliki kapasitas adsorbsi yang sama.
3.         Kelarutan Adsorbat 
Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa tidak larut. 
4.         Ukuran Molekul Adsorbat 
Tingkat adsorbsi pada aliphatic, aldehyde, atau alkohol biasanya naik diikuti dengan kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa gaya tarik antara karbon dan molekul akan semakin besar ketika ukuran molekul semakin mendekati ukuran pori karbon. Tingkat adsorbsi tertinggi terjadi jika pori karbon cukup besar untuk dilewati oleh molekul.
5.         pH (Derajat Keasaman)
Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan adsorbsi basa organik efektif pada pH tinggi. 
6.         Temperatur
Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan turun diikuti dengan penurunan temperatur.
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzene (C6H6).

2.4    Prinsip Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Arang
A. Uji Media Arang Batok 
- Uji ketahanan fisik media Uji ketahanan fisik media bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat media setelah dilakukan perendaman dengan larutan HCL 20%. Kelayakan fisik media dapat terpenuhi apabila pengurangan berat media tidak lebih dari 2% berat media mula-mula. Langkah-langkah dalam uji ini adalah (Yuniarto, 1999) a. Menimbang 10 gram media adsorban yang sudah diayak dan telah disimpan dalam oven 105 C. Ditimbang sebagai berat berat bersih mula-mula. b. Merendam media dalam larutan HCL 20% selama 24 jam c. Meniriskan dan kemudian mengeringkannya dalam oven 105 C selama 24 jam d. Menimbang media sebagai berat kering akhir .

- Uji densitas media Uji densitas media meliputi Apparent Density dan True Bulk Density. Apparent density merupakan berat jenis bahan media kondisi kering, sedangkan true bulk density merupakan berat jenis media pada keadaan jenuh air. Pada penelitian ini dilakukan uji densitas media dengan prosedur (Degremont, 1979) sebagai berikut:

A. True Bulk Density
 a. Menimbang 50 gram media yang telah dikeringkan
 b. Memasukkan dalam beaker glass dan merendam media dengan air suling. Untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap dilakukan dengan pemanasan atau pendidihan, pengadukan dan pengetukan.
c. Setelah dingin dilakukan pemisahan media dengan air.
d. Melakukan penimbangan terhadap media basah tersebut (sebagai P gram)
e. Memasukkan media yang telah ditimbang ke dalam gelas ukur 250 ml yang telah berisi 100 ml air suling
 f. Volume yang terjadi dibaca sebagai V ml
g. Mendapatkan true bulk density dengan rumus:     PTd (gram/ml) = 50/(V-P-50) 

B. Apparent Density
a. Memasukkan media adsorban yang telah dikeringkan sebanyak kira-kira 50 ml ke dalam gelas ukur 100 ml.
b. Memadatkan media sampai 50 ml dengan cara menekan-nekan bagian permukaan media dan juga mengetukkan gelas ukur
c. Mengeluarkan media dari dalam gelas ukur dan menimbang beratnya
d. Apparent Density akan diketahui dengan rumus:     PAD(gram/ml) = Berat kering karbon/50 ml 

B. Analisis ayakan 
Dilakukan penentuan ukuran media adsorben dengan mesh 8 (diameter I), mesh 10 (diameter II) dan mesh 12 (diameter III). Analisis ayakan dilakukan di Laboratorium Beton Teknik Sipil ITS. 

C. Aktivasi Arang Batok Kelapa
Pada pelaksanaan percobaan batch  arang batok kelapa ini akan diaktifkan terlebih dahulu dengan cara merendam dalam larutan HCL 20% dalam waktu 24 jam dan dioven dalam suhu 105 oC selama 24 jam.
Percobaan Pendahuluan 
A. Penentuan Konsentrasi Awal Warna
            Pada penelitian ini akan dibuat limbah cair buatan untuk acuan konsentrasi warna. Pembuatan limbah cair buatan berdasarkan arahan pemilik rumah batik Namiroh,Kampung Batik Jetis Sidoarjo sebagai tempat pengambilan limbah cair batik. Komposisi bahan yang digunakan adalah naptol + soda api sebanyak 5gr dicampur 10 L air panas dan garam pewarna sebanyak 10gr dicampur pada 10 L air dingin.  

B. Penentuan Panjang Gelombang 
Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan spektrofotometri. Hal ini dilakukan untuk mendapat panjang gelombang optimum saat pembacaan sampel warna. Dilakukan pembacaan blangko dan sampel pada beberapa ukuran panjang gelombang hingga didapat panjang gelombang optimum. Warna sampel limbah batik cair yang digunakan adalah merah, sehingga batasan panjang gelombang antara 500nm – 600nm

C. Penentuan Dosis Adsorban 
             Penentuan dosis adsorban  dilakukan dengan proses Batch dengan memvariasikan dosis (25g, 50 g, dan 100g) pada 250ml sampel dengan kecepatan putaran 60 rpm selama 3 jam. Hasil dari dosis adsorban yang paling baik akan divariasikan tiga jenis yang kemudian akan digunakan sebagai variabel dosis. 

D. Penentuan waktu pengadukan 
Penentuan waktu  pengadukan dilakukan dengan proses Batch. membubuhkan dosis adsroben hasil poin C pada kecepatan pengadukan 60rpm untuk kemudian diambil supernatant pada interval 30 menit. Hasil yang didapat dari penentuan waktu pengadukan akan digunakan sebagai waktu kesetimbangan proses adsorpsi. 



E. Penentuan kecepatan pengadukan
 Penentuan kecepatan pengadukan atau agitasi dilakukan dengan proses Batch. Dosis yang dibubuhkan berdasarkan  poin C dan waktu pengadukan berdasarkan poin D. Variasi kecepatan yang digunakan adalah 60 rpm, 80 rpm, dan 100 rpm. Hasil dari penentuan kecepatan pengadukan akan digunakan sebagai agitasi proses pengadukan.  

Variabel Penelitian 
Variabel penelitian meliputi variabel tidak bebas dan variabel bebas. Variabel tidak bebas adalah kadar warna dan permanganate value yang teradsorpsi. Variabel bebas proses batch adalah : - Ukuran arang batok kelapa (3 variasi : mesh 8, 10, dan 12, dimana ukuran 8>10>12)
- Konsentrasi limbah awal ( 3 variasi : ditentukan berdasarkan uji pendahuluan)
- Massa arang batok kelapa (3 variasi : ditentukan berdasarkan uji pendahuluan)












BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Salah satu alternatif pengolahan yang dilakukan adalah dengan adsorbsi.  Secara teoritik, salah satu yang cukup familiar dan efisiensinya cukup tinggi dalam proses adsorpsi warna adalah memakai adsorben karbon aktif. Tetapi secara umum diketahui bahwa jenis adsorben karbon aktif yang biasa digunakan, dinilai terlalu mahal karena umumnya dijual dalam bentuk powder sehingga tidak bisa dipakai berulang kali (regenerasi) seperti adsorben berbentuk granular.
Oleh karena itu, digunakan adsorben arang batok kelapa dalam bentuk granular dimana relatif mudah dalam mendapatkannya , harganya relatif murah dan bisa dipakai berulang-ulang (regenerasi) sehingga menjadi nilai positif tersendiri untuk memilih arang batok kelapa sebagai adsorben.

B.        Saran
Menerapkan proses pengolahan limbah batik dengan menggunakan arang batok kelapa adalah pilihan yang baik untuk para pengusaha yang memiliki industry batik. Agar limbah cair dari batik dapat diminimalkan sehingga kita juga sekaligus dapat menjaga lingkungan agar bebas dari zat yang merugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar